Menu Utama

Senin, 19 Desember 2011

Event Heart


Sosok itu masih terbayang di pikiranku, entah rasanya sulit untuk dimusnahkan. Memang, kejadiannya baru 3 hari yang lalu. Tapi karena itu’lah aku sulit melupakan dia dan kejadian ini. Ketika itu, Pagi cerah di sekolah—tepatnya parkiran sekolah, bayangannya mendekat dan semakin mendekat ke arahku. “Pagi..” Sapanya dengan senyum ramah. Senyum itu membuat hatiku yang redup menjadi terang kembali, tapi itu hanya sesaat....belum sempat aku membalas sapaannya ( lidahku ketika itu mendadak kelu) ia berlalu—bayangannya semakin jauh. Punggungnya kian mengecil dari mataku, dan HILANG. Ya, dia adalah Viky, teman sekelasku. Sederhana, sedikit bicara, dan manis. Ciri khasnya yang paling simple dan menawan, menurutku. Semenjak kami sekelas dan sering berpapasan di parkiran sekolah, semenjak itu pula aku mengaguminya. Keesokan harinya, aku berangkat sekolah seperti biasa, tapi tidak biasanya aku tidak melihat sosok itu. 15 menit lebih aku menanti namun sosok itu belum juga muncul, apa mungkin dia sudah dari tadi di sekolah? Atau dia memang akan terlambat? Apa jangan- jangan dia tidak sekolah karena suatu hal? Saat itu aku benar- benar penasaran. 3 menit lagi bel pasti akan berbunyi—aku pasrah, dan segera masuk kelas. Bangku nya kosong, tas tak ada, orangnya pun demikian. “Dia tak sekolah karena apa?” Batinku. Kudengar dari Dion bahwa memang Ia tidak sekolah karena sakit. “Sakit? Sakit apa? Sejak kapan? Apakah parah? Akankah senyumnya bisa hadir di dunia ku ?” Hatiku bertanya- tanya, GUNDAH rasanya. Tiga hari.... Empat hari.... Dan, seminggu. Sudah lama sekali dia tidak sekolah, rasa rinduku bercampur khawatir. Takut, jika penyakit yang diderita nya semakin parah dan semakin lama hatiku redup karena tak ada semangat pagi akan senyumnya di parkiran. Beredar kabar, bahwa ia mengidap penyakit Leukimia. Kaget & sedih, tak ada yang bisa kuperbuat, aku hilang harapan. Rasanya baru kemarin ia menyapaku sengan senyumnya itu yang begitu hangat, dengan kondisinya yang tampak sehat-walafiat. Siang itu aku berniat untuk menjenguknya, aku pergi bersama sahabatku Aska. Kamar melati II, kuketuk pintu perlahan namun tak ada yang membuka. Aku dan Aska semakin kahwatir dan takut, apa jangan- jangan kami salah kamar? Apa jangan- jangan kami salah mendengarkan nama kamar yang dihuni Viky dari teman- teman sekelasnya? Entahlah, kami tetap menunggu di depan kamr melati II, duduk di kursi jenguk. Tak lama kemudian, terdengar isak tangis seorang wanita dari koridor sebelah kiri kami, hidungnya memerah dengan keringat bercucuran, Aku Iba¬—perasaanku mulai tidak enak. Di belakangnya tampak seorang laki- laki yang tak familiar di mataku terbujur kaku dengan infus yang masih menyertainya di bawa oleh perawat- perawat dari ruang UGD. Dan ternyata wanita berambut ikal itu adalah Ibu Viky, dan laki- laki itu tak lain dan tak bukan adalah Viky sendiri. Tubuhku seketika meriang, syarafku terasa berat, hatiku seperti tertusuk panah kemudian retak, keringat dingin mendadak mengucur dari dahiku, tenggorokaanku seperti tersedak, lidahku kembali kelu—kaku, dan ruangan tiba- tiba terlihat redup..redup..dan gelap. Aku tersadar, dan disinilah aku sekarang. Diruangan segi empat bercat putih beraroma obat- obatan bersama Aska, 2 perawat, dan selang infus yang mengalir terus ke tubuhku. Aku tak mengerti kenapa aku berada disini dan untuk apa selang infus dan perawat- perawat ini berada di sekitarku. Aska yang baru melihatku terjaga dari pingsanku tersenyum dan meraih tanganku “Kamu harus tabah, Ratna. ”. Alisku menciut—aku tak mengerti. “Dokter bilang, syarafmu mengalami ketegangan akibat kamu terlalu shock akibat kejadian 3 hari yang lalu”. Kejadian 3 hari yang lalu? Terlintas wajah Viky di benakku. Air mataku mengalir deras, dan mengajak Aska untuk mencari pemakaman Viky. Batu Niang itu bertuliskan namanya. Kami menabur bunga ke pemakaman tersebut. Rasa menyesal yang teramat sangat sungguh sangat menyiksaku. Namanya kembali melayang di pikiranku, senyumnya itu tak bisa hilang Andai waktu bisa diputar kembali, ingin sekali kuungkapkan rasa ini padanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar