Langit nampak mendung di luar sana, bintang- bintang juga tak kunjung muncul. Yang terdengar hanya suara gemuruh petir diantara gumpalan- gumpalan awan hitam pekat . Dari tepi kaca jendela, terlihat sosok laki- laki memandangi turunnya rintik hujan yang semakin deras . Perlahan, ia seakan terbius dan semakin terbawa oleh suasana malam itu. Dia terus saja melamun, hingga gerimis hujan menetes perlahan. Siapa laki- laki itu? Dinginnya udara di luar tidak menggoyahkan hatinya untuk menghentikan lamunannya? Ia pun tersadar, bahwa dirinya sudah lama melamun di tepi jendela hingga seluruh pakaianya menjadi basah. Ia kemudian berjalan menuju laci hitam di bawah mejanya, dan mengambil sebuah album putih polos penuh debu. Di album tersebut, tertulis pada sampul depan “Memories In the Year 2009 ”. Ia rebahkan tubuhnya di ranjang tidur berwarna cokelat bermotif phase elegan, dan membuka satu persatu halaman di dalam album tersebut. Di setiap halaman, terlihat beberapa buah fotonya dengan seorang perempuan berambut sebahu . Ia selalu tersenyum ketika ia melihat perempuan yang berada di dalam album itu, hingga pada halaman terakhir terlihat halaman kosong tanpa foto.
“ Apa yang harus gue isi disini?” Gumamnya dalam batin. Raut wajahnya kini nampak beku, ia pun menutup album itu dan menaruhnya kembali ke dalam laci.
“ Gue sayang loe, Sya” Ucapnya, kemudian ia pejamkan matanya dan larut dalam malam itu.
*****
Mentari pagi bersinar cerah, hari yang baru di sambut meriah dengan kicauan burung di rimbunan pohon- pohon di depan sekolah. Dua gadis berseragam putih abu- abu berlari memasuki gerbang sekolah dengan tergesa- gesa. Keringat mereka bercucuran dengan nafas terengah- engah. Seorang satpam sekolah yang berada di depan sekolah segera menutup pintu gerbang sekolah, dua gadis itu kemudian mencoba untuk menerobosnya.
“ Stooop Pak! Kasih kita masuk dulu” Cegah salah satu gadis yang menggunakan tas cokelat, lalu menarik tangan satpam itu. Gadis disebelahnya yang menggunakan tas merah segera menarik pintu gerbang dan membuka kembali pintu gerbang tersebut.
“ Cha! Cepetan masuk!” Serunya kepada gadis yang mengenakan tas cokelat. Gadis itu segera mesuk mengikuti temannya dan berkata kepada satpam tersebut
“ Thanks ya Pak! Bapak baik deh, bye….”
Satpam itu menggelengkan kepalanya, memandang dua gadis itu heran
“Dasar, anak jaman sekarang, kualitasnya…….kayak begini, gimana generasi mau maju? Edan!”
Dua gadis itu pun tiba di kelas, perasaan mereka kini telah tenang karena sudah sampai di kelas.
“ Lega gue As, untung gak jadi telat! Mampus kalo sampe ketauan Bu Lebay itu” Ujar Icha sambil menyeka peluh di wajahnya.
“Minta tissuenya donk Cha !” (sembari merogoh kantong temannya dan mengambil beberapa helai tissue )
“Huft….., kalo aja bu guru lebay itu sampe ngeliat, kita gak bakal dapet nilai Fisika !” Seru gadis yang menggunakan tas cokelat, Aska.
“Oh iya…., loe udah belajar Fisika ?(wajah cemas) Waduh….. gue belum As ! Gimana nih ?” Keluh Icha panik.
“ Santai friend! Gue juga belom belajar kok. Jadi kita sehati, kalo soal ini…kita andelin cara kita,,GOTONG ROYONG!!”
Icha tersenyum lalu menyahut
“He..he..he, Siip!” Cengir Aska sambil mengacungi jempolnya.
Beberapa saat kemudian, seorang guru berseragam hitam dengan penampilan yang glamour datang memasuki kelas. Dari sudut belakang kelas, seorang siswa laki-laki berkata
“Cie elah…. Bu guru tambah cakep deh ! Kalung baru ya buu ?”
“Akh loe Ki ! Gombal doang bawaan loe,” Celetuk seorang siswi yang duduk paling depan.
“WUU…… !!! “Sorak seisi kelas meledek Riki, raja playboy di kelas Aska dan Icha.
Guru itu tersenyum, dan memuji-muji kalung barunya,
“ Makasi Riki….iya, benar kata Riki , kalung ini memang kalung terbagus dan termahal dari semua koleksi kalung yang saya punya. Kalung ini saya beli di tempat bergengsi, gak salah ya kalo saya keliatan tambah cantik, kalung berlian ini saya beli karena saya yakin kalung ini membawa keberuntungan! Ternyata Ibu gak salah pilih…..” Ujarnya panjang lebar.
“ Ya..ya…ya…blablablabla…,gitu doank di pamerin!” Gerutu Icha.
“Stt…! Icha, jangan keras- keras. Di denger bu Angel bisa ngamuk orangnya”. Bisik Aska
“Ih, Lebay!” Gerutu Icha lagi. Siswa siswi seisi kelas nampaknya juga makin bosan mendengar ocehan guru itu, wajah mereka kian lesu. Tiba-tiba Icha berkata
“Wiiiiih….. Ibu cantik ! Terus, sepatu yang ibu pake baru beli juga ya ?”. Seisi kelas melongo, kaget dan memandangi Icha heran , tak terkecuali Aska. Matanya melotot lebar melihat tingkah sahabatnya
“ Gak salah loe Cha? Barusan loe bilang kesel ! Sekarang loe kok bikin bu Guru tambah lebay? Kita semua jadi tambah bete tau!” Keluh Aska.
“Heh….semakin dia lebay, semakin beruntung kita!” Seru Icha. Guru itu tersenyum lagi, tingkahnya semakin berlebihan, ia pun bercerita terus…terus….terus…dan.. terus.
‘Maksud loe apa sih cha ? Plin plan banget” Kata Aska, saat guru itu bercerita tentang sepatunya.
“Woy ! kalo dia semakin lebay dan banyak ngoceh, kita gak bakal jadi ulangan ! Kita semakin untung. So….., kita harus puji dia terus” Kata Icha bersemangat.
Aska tersenyum lebar lalu menyahut
“ O iya…, ! Bego banget sih gue?Bagus ide loe. Ya udah,,,,kita bikin dia tambah lebay!”
Aska pun mengikuti tingkah sahabatnya, dan terus memuji penampilan guru itu. Tingkah guru itu semakin berlebihan, konyol, dan berlarut-larut, hingga akhirnya guru itu sadar…..
“ Anak- anak saya janji ulangan fisika kan hari ini? Kalo gitu masukan buku dan tas kalian! Ibu guru akan membagikan soal dan lembar kerja.”
Wanita itu pun membagikan lembar soal dan lembar kerja berwarna putih kepada siswa siswi di kelas, dan mereka pun mengerjakannya.
“Loe gak punya ide lain Cha ? Tu guru inget juga, gue males Cha” Bisik Aska.
“sttt…… gue udah kehabisan ide, udah…. kerjain aja! Oi…. Nomer 3 apa ?” Tanya Icha.
“Nomer 1 aja gue belom kelar” Jawabnya. Ia bertanya lagi
“Apaan nomer 1 ?”
“C…, coba cari nomer 3, kali aja loe tau ?”Tanya Icha.
“Mmmm… ya ntar !” Ujar Aska.
“Ehem,..hem” Terdengar suara dari belakang mereka, Icha dan Aska menoleh, dan….ternyata Bu Angel memergoki mereka yang sedang kerjasama.
Mereka berdua nyengir konyol, guru itu semakin melotot, kemudian membentak
“ Kalian berdua! Berdiri sekarang di lapangan sampai pelajaran Ibu selesai. Kalian tidak boleh ikut ulangan Ibu!”
Icha dan Aska ternganga, mereka tidak bisa menolak lagi, mereka pun keluar dari kelas dan berdiri di lapangan sekolah.
*****
“Huffttt…..!!!!! (Sambil melirik jam tangannya ) udah jam 09.00, sejam kita berdiri haus nih “keluh Icha. Keringat mereka bercucuran, baju mereka basah, wajah lesu, mereka masih berdiri menghormati tiang bendera. Tiba-tiba
“BLAKKK!!!” Icha pingsan, Aska panik dan kebingungan , halaman sepi tidak ada yang lewat. Akhirnya , Aska terpaksa mengangkat Icha ke UKS sendirian. Aska mengangkat Aska sambil berjalan tertatih- tatih, kondisinya tidak memungkinkan mengangkat Icha ke UKS.
“BLUGG!” Aska terjatuh, Icha yang pingsan ikut pula tergeletak di tanah.
‘Aw ! Hiks….. sabar Cha ! Kita pasti sampe di UKS !. Ujar Aska sembari mengangkat Icha lagi. Icha sedikit tersadar, namun kondisinya masih lemah. Tak satupun kata keluhan yang ia ucapkan. Icha terus berjalan tertatih- tatih membawa sahabatnya dan untuk yang kedua kalinya mereka kembali terjatuh, Aska kembali berdiri sambil mengangkat Icha menuju UKS.
“Kenapa temenmu ?” Tiba- tiba seorang laki- laki bertanya dari belakang mereka
“Temenku(tertegun, sembari menoleh ke belakang) dia baru aja pingsan”
Laki- laki itu mendekat dan melihat keadaan Icha, kemudian membantu Aska membawa Icha ke ruang UKS.
“Kok bisa sih dia pingsan? Lagian, kenapa kamu aja yang ngangkat dia sendirian ke UKS?”
…….
Senin, 19 Desember 2011
Event Heart
Sosok itu masih terbayang di pikiranku, entah rasanya sulit untuk dimusnahkan. Memang, kejadiannya baru 3 hari yang lalu. Tapi karena itu’lah aku sulit melupakan dia dan kejadian ini. Ketika itu, Pagi cerah di sekolah—tepatnya parkiran sekolah, bayangannya mendekat dan semakin mendekat ke arahku. “Pagi..” Sapanya dengan senyum ramah. Senyum itu membuat hatiku yang redup menjadi terang kembali, tapi itu hanya sesaat....belum sempat aku membalas sapaannya ( lidahku ketika itu mendadak kelu) ia berlalu—bayangannya semakin jauh. Punggungnya kian mengecil dari mataku, dan HILANG. Ya, dia adalah Viky, teman sekelasku. Sederhana, sedikit bicara, dan manis. Ciri khasnya yang paling simple dan menawan, menurutku. Semenjak kami sekelas dan sering berpapasan di parkiran sekolah, semenjak itu pula aku mengaguminya. Keesokan harinya, aku berangkat sekolah seperti biasa, tapi tidak biasanya aku tidak melihat sosok itu. 15 menit lebih aku menanti namun sosok itu belum juga muncul, apa mungkin dia sudah dari tadi di sekolah? Atau dia memang akan terlambat? Apa jangan- jangan dia tidak sekolah karena suatu hal? Saat itu aku benar- benar penasaran. 3 menit lagi bel pasti akan berbunyi—aku pasrah, dan segera masuk kelas. Bangku nya kosong, tas tak ada, orangnya pun demikian. “Dia tak sekolah karena apa?” Batinku. Kudengar dari Dion bahwa memang Ia tidak sekolah karena sakit. “Sakit? Sakit apa? Sejak kapan? Apakah parah? Akankah senyumnya bisa hadir di dunia ku ?” Hatiku bertanya- tanya, GUNDAH rasanya. Tiga hari.... Empat hari.... Dan, seminggu. Sudah lama sekali dia tidak sekolah, rasa rinduku bercampur khawatir. Takut, jika penyakit yang diderita nya semakin parah dan semakin lama hatiku redup karena tak ada semangat pagi akan senyumnya di parkiran. Beredar kabar, bahwa ia mengidap penyakit Leukimia. Kaget & sedih, tak ada yang bisa kuperbuat, aku hilang harapan. Rasanya baru kemarin ia menyapaku sengan senyumnya itu yang begitu hangat, dengan kondisinya yang tampak sehat-walafiat. Siang itu aku berniat untuk menjenguknya, aku pergi bersama sahabatku Aska. Kamar melati II, kuketuk pintu perlahan namun tak ada yang membuka. Aku dan Aska semakin kahwatir dan takut, apa jangan- jangan kami salah kamar? Apa jangan- jangan kami salah mendengarkan nama kamar yang dihuni Viky dari teman- teman sekelasnya? Entahlah, kami tetap menunggu di depan kamr melati II, duduk di kursi jenguk. Tak lama kemudian, terdengar isak tangis seorang wanita dari koridor sebelah kiri kami, hidungnya memerah dengan keringat bercucuran, Aku Iba¬—perasaanku mulai tidak enak. Di belakangnya tampak seorang laki- laki yang tak familiar di mataku terbujur kaku dengan infus yang masih menyertainya di bawa oleh perawat- perawat dari ruang UGD. Dan ternyata wanita berambut ikal itu adalah Ibu Viky, dan laki- laki itu tak lain dan tak bukan adalah Viky sendiri. Tubuhku seketika meriang, syarafku terasa berat, hatiku seperti tertusuk panah kemudian retak, keringat dingin mendadak mengucur dari dahiku, tenggorokaanku seperti tersedak, lidahku kembali kelu—kaku, dan ruangan tiba- tiba terlihat redup..redup..dan gelap. Aku tersadar, dan disinilah aku sekarang. Diruangan segi empat bercat putih beraroma obat- obatan bersama Aska, 2 perawat, dan selang infus yang mengalir terus ke tubuhku. Aku tak mengerti kenapa aku berada disini dan untuk apa selang infus dan perawat- perawat ini berada di sekitarku. Aska yang baru melihatku terjaga dari pingsanku tersenyum dan meraih tanganku “Kamu harus tabah, Ratna. ”. Alisku menciut—aku tak mengerti. “Dokter bilang, syarafmu mengalami ketegangan akibat kamu terlalu shock akibat kejadian 3 hari yang lalu”. Kejadian 3 hari yang lalu? Terlintas wajah Viky di benakku. Air mataku mengalir deras, dan mengajak Aska untuk mencari pemakaman Viky. Batu Niang itu bertuliskan namanya. Kami menabur bunga ke pemakaman tersebut. Rasa menyesal yang teramat sangat sungguh sangat menyiksaku. Namanya kembali melayang di pikiranku, senyumnya itu tak bisa hilang Andai waktu bisa diputar kembali, ingin sekali kuungkapkan rasa ini padanya.
Langganan:
Postingan (Atom)