Menu Utama

Minggu, 14 Juli 2013

Cukup Menjadi Pengagumnya



Cukup Aku menjadi pengagumnya
        “Pengecut” ujar beberapa orang ketika aku berpendapat demikian. Kenapa? Apa aku salah menjadi sosok pengagumnya?
Aku bukannya takut ditolak, takut berkomitmen, atau mungkin takut putus cinta, tidak! Tidak demikian. Aku hanya nyaman saja dengan situasiku sekarang, aku tidak berharap dia menyukaiku atau kami saling memiliki. Karena aku sadar, tau diri, siapa aku, siapa dia. Toh, aku sudah memiliki orang lain, dan dia juga demikian, untuk apa aku memaksa diri? Rasa ku juga tak lebih dari rasa kagum padanya, ya..hanya itu.

“Kenapa tidak coba saja, dua istri kukira cukup baik” Wahwahwah..... ada- ada saja pendapat teman- temanku ini. Berselingkuh? Petualangan cinta? Kurasa tidak, aku tidak tertarik. Toh, kekasihku ini sudah lebih dari cukup, dia segala- galanya bagiku, dan jika mereka menyuruhku berselingkuh? Itu perlu pertimbangan yang banyak, : Biaya X 2, waktu di X 2, tenaga ku di X dua, bahkan kasih sayangku ter-: dua, sungguh miris bukan? Lagipula, dengan mengaguminya..aku tak perlu PDKT dengannya, berpura- pura baik dengan topeng manis, mengaku jomblo, repot berbohong ini-itu, lalu menyatakan cinta padanya dengan mawar wangi tapi hatiku busuk, menduakan kekasihku, ohhh.....aku bukannya sayang pada keduanya, itu malah membuat 2 orang itu menghilang dari hidupku, biarlah kau cukup kukagumi..

Rabu, 13 Maret 2013

, Si Mungil Imut dialah Semut

Malam ini, tepatnya pukul 23:13 aku teringat materi yang di ajarkan Bapak Yulianus Kasman (Guru Budi Perkertiku). “Oh,,iya...Tugas karangannya :o” Batinku malam itu, aku pun segera buku catatanku,,lembar demi lembar kucari mengenai “kesetiakawan” Sering kita dengar kata ini, tapi kita belum memahami makna sesungguhnya. Kesetiakawanan, memiliki makna kesadaran, kesadaran akan kewajiban kita (seperti contoh, kewajiban kita membuat tugas sekolah) dan kesadaran akan kebutuhan pribadi (tapi pentingkan dulu kepentingan umum). Nah, dalam menjalani proses kesetiakawanan tersebut, perbuatan kita harus berlandaskan pada 4 sikap utama, yakni : Kebersamaan, Kerjasama, Gotong Royong, dan Tolong Menolong. Aku menulis ini sambil makan cemilan kesukaanku, “Coklat”. Makanan manis ini selalu menjadi teman setiaku, terutama saat belajar. Coklat dapat melahirkan sejuta inspirasi dari rasanya yang manis di setiap gigitannya. Tak sadar, coklat yang kumakan berserakan...dan tampak gerombolan semut mengerubungi kepingan- kepingan coklat itu. Mereka membawa kepingan- kepingan itu ke suatu tempat di sudut dinding kamarku (Barangkali disanalah rumah mereka). Yang tak kuhabis pikir, kenapa mereka bisa menggopong kepingan coklat itu yang demikian besar dengan tubuh mungil mereka? Sementara aku saja yang menggandong tas sekolah sudah merasa lelah dan tergopoh- gopoh. Kutemukan jawabannya! Ya itu tadi : Kebersamaan, Kerjasama, Gotong Royong, dan Tolong Menolong. Mereka jadi semakin mudah dalam melakukan sesuatu, dan otomatis kebutuhan mereka masing- masing pribadi menjadi terpenuhi akibat kesetiakawanan tersebut. Malam ini aku mendapat hikmah, ada NILAI MORAL yang dapat kupetik dari hal kecil yang sering kuanggap sepele ini. Kita tak perlu jauh- jauh mencari contoh kesetiakawanan, karena kita pun bisa bercermin dengan barisan semut.

Kamis, 07 Maret 2013

Ia Mengikis, Aku Menangis

Created By : Egantari
Langit mendung, hujan mulai membasahi jendela kamar gadis itu hingga menimbulkan embun. Dari balik jendela, mata gadis itu berkaca- kaca memandang rintik- rintik hujan di luar rumahnya, dan rintikannya itu kini membasahi pipi putihnya. Yang membuat basah bukan air hujan, namun air matanya sendiri. Ia menatap keluar rumahnya, kini rintikan itu semakin lenyap dan langit mulai cerah. Semakin lama suasana semakin hidup, tampak ramai lalu lalang orang- orang berambut pirang, berkulit putih kemerah- merahan yang hanya berbalut T-shirt mini dan tipis. Mereka adalah wisatawan- wisatawan asing yang sedang berkunjung ke desanya sekarang, Tanjung Benoa. “Aku rindu suasana Tanjung yang dulu “ Ujar Gadis itu, Ia adalah Vivi, gadis asli kelahiran Tanjung Benoa. Tumbuh dan dibesarkan di Tanjung Benoa dan kini hatinya mulai berkecamuk, sedih, jengkel dan benci. Benci dengan dunianya sekarang, benci dengan dirinya sendiri. Tanjung, tanah kelahirannya sekarang, kini tak seperti Tanjung yang dulu ia kenal. Tanjung Benoa kini telah berubah. Hiruk pikuk penduduk Tanjung Benoa yang dulu dipadati penduduk pribuminya yang ramah dengan bahasa daerahnya yang kental, kini berubah menjadi daerah yang ramai dengan wisatawan- wisatawan mancanegara dengan puluhan kendaraannya. Udara Tanjung yang dulunya masih sejuk ketika Sang fajar mulai terbit, kini berganti polusi udara. Tanjung yang dulu ia kenal dengan dengan limpahan panen singkong, jagung dan padi yang lezat, kini menjadi sajian seafood dengan puluhan kafe dan olahraga air yang dijarah dari hasil kekayaan laut Tanjung Benoa. “Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku harus berbuat apa? Tuhan,,,,aku tak mau ini terus berlanjut” Desahnya, tangannya yang sedari tadi menggenggam tralis jendela kamarnya kemudian melepas eratannya ketika ia mendengar suara nyaring seseorang yang ia kenal dari arah teras depan rumahnya. Langkahnya terhenti tepat di ruang tamu rumahnya ketika sosok pemilik suara tenor itu telah duduk diruang tamu. Sosok yang sangat ia kenal, ia adalah “Adi” kekasihnya. “Kenapa kesini tak berkabar dulu lewat telfon? Kukira kamu masih sibuk di luar kota” “Aku punya kabar baik Vi, tapi kenapa matamu sembab? Kamu tadi menangis? ” Tanya Adi, si pemilik suara Tenor itu, sementara Vivi meresponnya hanya dengan menggeleng. “Kamu kenapa? Jika punya masalah ceritalah kepadaku.” Sambung Adi lagi. “Aku tak bisa menjelaskannya sekarang Di, ini sulit bagiku ” Ujar Vivi kemudian. Adi masih bingung, namun rasa penasaran mendorongnya. Adi kemudian meraih pipinya dan menatapnya dalam. Tak ada kebohongan dari mata Vivi, kini ia percaya dan harus membiarkan Vivi tenang dengan sendirinya. “Okey, Aku mengerti. Tapi aku mempunyai berita baik, Vi. Semoga saja bagimu juga demikian.” “Apa?” Kini, Vivi menyahut dengan tatapan hangatnya. “Sekarang, aku telah diangkat menjadi staff manager di hotel tempatku bekerja, Vi”. Ujar Adi dengan penuh binar dimatanya. Vivi diam seribu bahasa, hatinya kini semakin bimbang tak menentu. *** D Inginnya angin laut malam terasa semakin menusuk kulit. Tulang- tulang dalam tubuhnya pun seakan ikut menggigil kedinginan. Tapi tetap saja ia berjalan dan berusaha tak peduli dengan terus melangkahkan kakinnya di tengah hamparan pasir putih sepanjang bibir pantai. Jiwanya rapuh. Gemerlap lampu hotel hotel sekitar pantai menyilaukan matanya. Dan ketika matanya terpaku disilaukan gemerlap lampu yang terpampang jelas namanya dari depan loby hotel, “Fatamorgana” ia merasa semakin rapuh. Terbayang sosok Adi kekasihnya, dan bayangan masa lalunya.... Ketika itu semuanya belum seperti sekarang, belum ada gemerlap hotel yang berdiri sepanjang pantai, belum ada arena olahraga air seperti Waterspot maupun banana boat di Pantai, belum ada kafe- kafe yang 24 jam nonstop selalu ramai dengan riuh wisatawan mancanegara dari 32 negara di penjuru dunia, dan ia belum melihat Adi yang ia kenal sebagai Staff Manager Hotel Fatamorgana seperti sekarang. Ia teringat ketika semuanya masih berupa ladang yang subur dan asri. Senyum sapa petani- petani ladang yang ramah, panen jagung, singkong, padi yang melimpah, udara desa yang masih sejuk dan segar dan tawa bahagia Ayahnya saat itu, saat Ayahnya masih menjadi petani ladang. Saat Ayahnya belum mengenal orang- orang berambut pirang itu. Saat Investor- investor itu belum menipunya dan keluarganya.

Minggu, 17 Februari 2013

Stoikiometri

Created By : Yuliani Megantari^^^^
Si Gina lagi galoo karena nggak lulus Ujian masuk ke fakultas Kedokteran. Riky menghampirinya. Saat Riky melempar senyuman padanya, ia membalas senyuman itu. “Kamu tau, bagi aku kamu tuh pereaksi berlebih”. Si Gina menatap heran. “Iya, pereaksi berlebih” Sambung Riky lagi. “Jadi gini, kamu dan fakultas kedokteran tuh pereaksinya, sementara dokter lulusannya adalah produk. Nah, fakultas kedokteran kan punya quota, berapa mereka akan menerima mahasiswa, jadi fakultas kedokteran berperan sebagai pereaksi pembatas. Kamu berperan sebagai pereaksi berlebih. Kamu nggak lulus karena quotanya sudah habis, bukan karena kamu bodoh. Dalam reaksi kimia, kita juga nggak bisa nentuin partikel mana yang bisa bereaksi dan mana yang enggak. Kadang butuh keberuntungan juga”. “Jadi keberuntungan juga ya pada akhirnya? ” Tanya Gina. “Dan usaha pastinya”. Sambung-Riky Gina kembali tak mengerti. “Gin, kamu tau. Kamu seperti produk spesial bagi ku. Semua hal tentang kamu telah bereaksi dalam hidupku”. Sahut Riky dengan tatapan dalam,, “Cinta ku ke kamu seperti rumus Proust, dibandingkan dengan gadis manapun..kadar cintaku selalu tetap untukmu. ”. Wow..pipi Gina kini kian memerah, seakan pertanda ada bom atom yang mendarat hebat..membuat titik leleh hatinya kini semakin meleleh.

PARALIS


Aku menyusuri lorong bercahaya itu. Lampu- lampu di lorong asing itu begitu terang untuk mataku, hingga aku memicingkan mataku sesipit mungkin untuk dapat melihat keadaan di sekitarku. Lorong itu begitu panjang tak berujung. Namun, rasa penasaran menuntun kakiku untuk terus berjalan menyusuri lorong misterius itu. Aku melihat ruang gelap yang remang remang pada ujung lorong. Ternyata lorong itu memiliki ujung, berujung pada sebuah ruangan aneh dengan banyak alat elektronik dan kabel kabel yang selama ini belum pernah aku lihat. Ruangan itu berpintu besi, bercat tua. Suram! Kusam! Naluriku menyuruhku untuk masuk. Dan betapa terkejutnya aku saat menemui Lee Ann berada pada ruangan itu. Ia memakai masker yang menutup separuh wajahnya, aku hafal dengan mata sipitnya itu. Namun tatapan matanya tampak begitu sedih dan pilu. Tidak ada semangat kehidupan maupun keceriaan di mata Lee Ann. Mata sipitnya yang aku sukai itu hanya memancarkan warna pias. Sendu! Tangannya memegang peralatan elektronik. Di samping Lee Ann terdapat alat elektronik lain yang bergantian ia pakai. Sesekali Lee Ann menyeka peluh yang menetes di keningnya dengan punggung tangannya yang memakai sarung tangan karet. Lee Ann sepertinya tengah ‘merakit’ alat untuk sesuatu~maksudku seseorang yand terbaring di depannya. Menyambung begitu banyak kabel ke dalam tubuh kaku tersebut, memasukan chip- chip ke dalam setiap sendi gerak dari tubuh kaku itu, memasang sistem baru untuk kerja syaraf motorik pada tengkuknya, memasukan kerja lensa kamera di bagian mata, dan merangkai jutaan kabel ke dalam rangkaian syaraf dan pembuluh pada seluruh tubuh kaku itu. Seolah Lee Ann tengah merangkai sistem peredaran darah pada tubuh kaku itu dengan kabel berwarna warni dan mengganti jantung tubuh kaku itu dengan sebuah chip kecil seukuran biji kacang. Yang membuat aku lebih terkejut lagi, aku melihat sosok tak asing terbaring kaku di perbaringan depan Lee Ann. Matanya terpejam rapat, lemah. Sosok itu..yang tengah terbujur kaku itu.......adalah aku. Aku? Kenapa bisa aku? Aku membuka mata. Peluh membasahi seluruh tubuhku. Badanku panas di siang bersalju ini. Lagi- lagi mimpi itu. Mimpi buruk itu! Mimpi buruk yang sama seperti tiga malam sebelumnya. Aku benci mimpi itu. Apa artinya? Aku benar benar ingin melupakan mimpi mimpi itu! Kabel- kabel itu, Lee Ann dengan wajah sedihnya, dan tubuhku yang terbujur tak berdaya di ruangan aneh itu. Apa sebenarnya arti dari mimpi – mimpi misterius yang menghantuiku ini?. “Cinta itu apa?” Tanyaku kepada Lee Ann ketika kami duduk di tepi kolam. Air kolam yang beku karena cuaca sangat dingin. Lee Ann tersenyum. Aku suka senyumnya itu, “Cinta itu hangat” Aku mengerutkan kening menatap Lee Ann. Pertanda aku tak mengerti apa maksud ucapannya. “Cinta itu perasaan manusia yang bisa membuat berdebar-debar, merasa senang, ingin melindungi, merasa hangat, jengkel, cemburu. Semua itu adalah cinta” Terang Lee Ann panjang lebar. Aku mengerutkan kening, sama sekali tidak mengerti. “Kata- kata manis? Puisi? Cokelat?” “Itu bumbu penyedap cinta” Penjelasan Lee Ann sulit kupahami. Aku sama sekali tidak tau apa- apa. Aku belum pernah merasakannya. Sekalipun! Hingga saat ini “Kalau berdua duduk di tepi danau begini apa namanya?” “Mungkin awal dari cinta” Katanya sambil mengelus kepalaku. Oh Tuhan,, hatiku berdebar debar saat Lee Ann berkata seperti itu di depanku. Aku tidak akan pernah bisa melupakan tatapan matamu itu Lee Ann. Aku suka mata sipitnya. Entah kenapa aku merasa tubuhku begitu panas. Salju tokyo musim dingin begitu menggigit. Sungai membeku. Tumpukan salju menutupi jalan jalan besar sepanjang Tokyo. Aku melihat Lee Ann membuat boneka salju di depan rumahnya. Memakai sarung tangan tebal, baju berlapis lapis dengan jaket warna cokelat. Lee Ann cocok mengenakannya. Aku suka. Suka? Apakah suka juga termasuk cinta? Saat tau aku tiba, Lee Ann tersenyum. Mata sipitnya terlihat bersinar. “Aku membuat ini untuk kamu, Mei Leen”. Aku mengangguk sembari mendekati boneka salju itu. Sungguh lucu. Lee Ann kemudian memberi syarat padaku untuk lebih mndekat ke arahnya. Aku mendekat, berdiri di samping Lee Ann dengan boneka salju di sebelahnya.“Cheer..” Lee Ann memberi kode kepadaku untuk tersenyum ke arah kamera. Lengannya merangkul pundakku yang kedinginan. Kamera Lee Ann merekam gambar kami berdua. Hatiku tiba- tiba kembali hangat. Aku merasa senang, gembira, bahkan berdebar- debar. Aku hanya ingin waktu berhenti sekarang juga. Saat aku bisa bersamanya, melihat sinar di matanya, merasakan hembusan nafasnya. Aku merasa berdebar- debar, tiap kali ini terjadi aku merasa lemah. Tubuhku merasa panas, seperti ada aliran api dalam darahku. Dan, teringat lagi mimpi buruk itu. Darah yang bersikulasi di vena dan arteriku menggelegak, seperti mendidih. Ada apa dengan diriku? Ada apa dengan tubuhku? Sejauh ini aku belum pernah tau mengenai ‘penyakit yang membuat darah seakan panas’ “Mei Leen, ada apa denganmu? Mengapa wajahmu pucat sekali?” “Entahlah, aku merasa darahku menggelegak hebat. Walaupun salju terus mengguyur kota ini namun semuanya terasa panas” Tengkukku terasa berat, aku mengusap keningku. Lee Ann memegang keningku, tangannya bergetar “Ya..tuhan Mei Leen, badanmu panas sekali”. Tatapan matanya berubah. Sepertinya ia mengetahui sesuatu soal penyebabku demikian, akan tetapi ia menyembunyikannya dariku “Aku tidak ingin kehilangan kamu Mei Leen” Lee Ann menahan air mata. Aku tau, Lee Ann tidak mau menangis di depanku. Aku ingin bicara, tapi..tapi..kenapa suara ku tercekat di tenggorokanku? Pita suaraku sulit untuk digerakkan. Mustahil rasanya menggerakan semua sendi yang sudah mati ini. Aku terperanjat. Lagi- lagi mimpi buruk itu. “Ini..?” “Kamarmu, jangan kahwatir” Lee Ann memotong kalimatku. “Tadi kamu pingsan, di dekat boneka salju yang kubuatkan untukmu. Badanmu panas sekali” Sambungnya lagi. Aku mengerutkan kening. Aku pingsan? Di dekat boneka salju? Kapan? “Apa yang kamu rasakan sekarang?” Ia menatapku cemas. Aku menggelengkan kepala. Saat ini aku tak merasakan apa- apa, darahku mengalir stabil. Lee Ann memegang keningku, memastikan bahwa keadaanku baik- baik saja. Wajahnya begitu dekat, hanya berpaut beberapa senti saja dariku. Dan kembali, debaran itu! hangat..lalu panas. Terasa berat. “Lee Ann, apa semua mimpi ini ada hubungannya denganmu? Dengan kita? Lee Ann menatapku tajam dan menanyakan mimpi apa yang telah mengganggu pikiranku. Aku menceritakannya dari awal, dan tak sengaja sebuah kalimat meluncur begitu saja dari mulutku “Siapa aku?” Lee Ann tak bereaksi, hanya raut wajahnya saja yang sedikit berubah. Aku kembali bertanya dan ingin menangis. Tapi ini aneh, tak ada satu butir pun air mata yang menetes dari mataku. “Kau adalah Mei Leen, Mei Leen ku..” Lee Ann menatap tubuhku yang tak bisa bergerak. Aku sama sekali tak berdaya. “Dokter mengatakan kamu mengidap penyakit Virus Paralis. ini merupakan Virus RNA yang terdiri dari 3 strain berbeda dan menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan batang otot tubuh. Virus ini menular ke seluruh syaraf tubuh, setelah melalui usus akan menyebar ke saraf motorik. Dan kini virus ini telah menghancurkan saraf pusatmu, menyebabkan kelumpuhan permanen. Tapi aku akan menyelamatkanmu” Ujar Lee Ann kemudian membopong tubuh layuku yang tak berdaya. Ia membawaku ke ruang bawah tanah rumahnya, tempat penelitian Ayahnya yang sekarang berada di German menjadi Ilmuwan. Banyak alat aneh di tempat itu. Dan semuanya adalah alat yang digunakan untuk penelitian. “Aku akan memperbaiki semua sistem sarafmu yang telah rusak. Aku akan membuatkan sistem saraf motorik yang sempurna. Mengganti jantungmu dengan chip yang tak pernah rusak. Lalu, pembuluh Vena dan Arterimu kuganti dengan kabel- kabel sempurna ciptaan ayah, agar darahmu tetap mengalir selamanya..Aku akan menjadikanmu setengah robot, hingga tak ada virus yang bisa menyerangmu, dan aku akan bisa selalu hidup bersamamu” Kata Lee Ann sedih sambil menatap mataku. Ia pun mulai merakit tubuhku dengan banyak alat elektronik. Namun tak ada yang sempurna di dunia ini, jika aku masih setengah robot. Mesin- mesin yang ada dalam tubuhku akan terbakar bila aku mendengar pengakuan cinta dari orang yang aku cintai. Dan aku akan hancur lebur menjadi abu. Menghitung hari menunggu ajal menjemputku. Namun aku bisa mati dengan senyum bila Lee Ann akan terus berada disisiku seperti saat ini.

Senin, 19 Desember 2011

Cinta Semanis Cokelat

Langit nampak mendung di luar sana, bintang- bintang juga tak kunjung muncul. Yang terdengar hanya suara gemuruh petir diantara gumpalan- gumpalan awan hitam pekat . Dari tepi kaca jendela, terlihat sosok laki- laki memandangi turunnya rintik hujan yang semakin deras . Perlahan, ia seakan terbius dan semakin terbawa oleh suasana malam itu. Dia terus saja melamun, hingga gerimis hujan menetes perlahan. Siapa laki- laki itu? Dinginnya udara di luar tidak menggoyahkan hatinya untuk menghentikan lamunannya? Ia pun tersadar, bahwa dirinya sudah lama melamun di tepi jendela hingga seluruh pakaianya menjadi basah. Ia kemudian berjalan menuju laci hitam di bawah mejanya, dan mengambil sebuah album putih polos penuh debu. Di album tersebut, tertulis pada sampul depan “Memories In the Year 2009 ”. Ia rebahkan tubuhnya di ranjang tidur berwarna cokelat bermotif phase elegan, dan membuka satu persatu halaman di dalam album tersebut. Di setiap halaman, terlihat beberapa buah fotonya dengan seorang perempuan berambut sebahu . Ia selalu tersenyum ketika ia melihat perempuan yang berada di dalam album itu, hingga pada halaman terakhir terlihat halaman kosong tanpa foto.
“ Apa yang harus gue isi disini?” Gumamnya dalam batin. Raut wajahnya kini nampak beku, ia pun menutup album itu dan menaruhnya kembali ke dalam laci.
“ Gue sayang loe, Sya” Ucapnya, kemudian ia pejamkan matanya dan larut dalam malam itu.

*****

Mentari pagi bersinar cerah, hari yang baru di sambut meriah dengan kicauan burung di rimbunan pohon- pohon di depan sekolah. Dua gadis berseragam putih abu- abu berlari memasuki gerbang sekolah dengan tergesa- gesa. Keringat mereka bercucuran dengan nafas terengah- engah. Seorang satpam sekolah yang berada di depan sekolah segera menutup pintu gerbang sekolah, dua gadis itu kemudian mencoba untuk menerobosnya.
“ Stooop Pak! Kasih kita masuk dulu” Cegah salah satu gadis yang menggunakan tas cokelat, lalu menarik tangan satpam itu. Gadis disebelahnya yang menggunakan tas merah segera menarik pintu gerbang dan membuka kembali pintu gerbang tersebut.
“ Cha! Cepetan masuk!” Serunya kepada gadis yang mengenakan tas cokelat. Gadis itu segera mesuk mengikuti temannya dan berkata kepada satpam tersebut
“ Thanks ya Pak! Bapak baik deh, bye….”
Satpam itu menggelengkan kepalanya, memandang dua gadis itu heran
“Dasar, anak jaman sekarang, kualitasnya…….kayak begini, gimana generasi mau maju? Edan!”
Dua gadis itu pun tiba di kelas, perasaan mereka kini telah tenang karena sudah sampai di kelas.
“ Lega gue As, untung gak jadi telat! Mampus kalo sampe ketauan Bu Lebay itu” Ujar Icha sambil menyeka peluh di wajahnya.
“Minta tissuenya donk Cha !” (sembari merogoh kantong temannya dan mengambil beberapa helai tissue )
“Huft….., kalo aja bu guru lebay itu sampe ngeliat, kita gak bakal dapet nilai Fisika !” Seru gadis yang menggunakan tas cokelat, Aska.
“Oh iya…., loe udah belajar Fisika ?(wajah cemas) Waduh….. gue belum As ! Gimana nih ?” Keluh Icha panik.
“ Santai friend! Gue juga belom belajar kok. Jadi kita sehati, kalo soal ini…kita andelin cara kita,,GOTONG ROYONG!!”
Icha tersenyum lalu menyahut
“He..he..he, Siip!” Cengir Aska sambil mengacungi jempolnya.
Beberapa saat kemudian, seorang guru berseragam hitam dengan penampilan yang glamour datang memasuki kelas. Dari sudut belakang kelas, seorang siswa laki-laki berkata
“Cie elah…. Bu guru tambah cakep deh ! Kalung baru ya buu ?”
“Akh loe Ki ! Gombal doang bawaan loe,” Celetuk seorang siswi yang duduk paling depan.
“WUU…… !!! “Sorak seisi kelas meledek Riki, raja playboy di kelas Aska dan Icha.
Guru itu tersenyum, dan memuji-muji kalung barunya,
“ Makasi Riki….iya, benar kata Riki , kalung ini memang kalung terbagus dan termahal dari semua koleksi kalung yang saya punya. Kalung ini saya beli di tempat bergengsi, gak salah ya kalo saya keliatan tambah cantik, kalung berlian ini saya beli karena saya yakin kalung ini membawa keberuntungan! Ternyata Ibu gak salah pilih…..” Ujarnya panjang lebar.
“ Ya..ya…ya…blablablabla…,gitu doank di pamerin!” Gerutu Icha.
“Stt…! Icha, jangan keras- keras. Di denger bu Angel bisa ngamuk orangnya”. Bisik Aska
“Ih, Lebay!” Gerutu Icha lagi. Siswa siswi seisi kelas nampaknya juga makin bosan mendengar ocehan guru itu, wajah mereka kian lesu. Tiba-tiba Icha berkata
“Wiiiiih….. Ibu cantik ! Terus, sepatu yang ibu pake baru beli juga ya ?”. Seisi kelas melongo, kaget dan memandangi Icha heran , tak terkecuali Aska. Matanya melotot lebar melihat tingkah sahabatnya
“ Gak salah loe Cha? Barusan loe bilang kesel ! Sekarang loe kok bikin bu Guru tambah lebay? Kita semua jadi tambah bete tau!” Keluh Aska.
“Heh….semakin dia lebay, semakin beruntung kita!” Seru Icha. Guru itu tersenyum lagi, tingkahnya semakin berlebihan, ia pun bercerita terus…terus….terus…dan.. terus.
‘Maksud loe apa sih cha ? Plin plan banget” Kata Aska, saat guru itu bercerita tentang sepatunya.
“Woy ! kalo dia semakin lebay dan banyak ngoceh, kita gak bakal jadi ulangan ! Kita semakin untung. So….., kita harus puji dia terus” Kata Icha bersemangat.
Aska tersenyum lebar lalu menyahut
“ O iya…, ! Bego banget sih gue?Bagus ide loe. Ya udah,,,,kita bikin dia tambah lebay!”
Aska pun mengikuti tingkah sahabatnya, dan terus memuji penampilan guru itu. Tingkah guru itu semakin berlebihan, konyol, dan berlarut-larut, hingga akhirnya guru itu sadar…..
“ Anak- anak saya janji ulangan fisika kan hari ini? Kalo gitu masukan buku dan tas kalian! Ibu guru akan membagikan soal dan lembar kerja.”
Wanita itu pun membagikan lembar soal dan lembar kerja berwarna putih kepada siswa siswi di kelas, dan mereka pun mengerjakannya.
“Loe gak punya ide lain Cha ? Tu guru inget juga, gue males Cha” Bisik Aska.
“sttt…… gue udah kehabisan ide, udah…. kerjain aja! Oi…. Nomer 3 apa ?” Tanya Icha.
“Nomer 1 aja gue belom kelar” Jawabnya. Ia bertanya lagi
“Apaan nomer 1 ?”
“C…, coba cari nomer 3, kali aja loe tau ?”Tanya Icha.
“Mmmm… ya ntar !” Ujar Aska.
“Ehem,..hem” Terdengar suara dari belakang mereka, Icha dan Aska menoleh, dan….ternyata Bu Angel memergoki mereka yang sedang kerjasama.
Mereka berdua nyengir konyol, guru itu semakin melotot, kemudian membentak
“ Kalian berdua! Berdiri sekarang di lapangan sampai pelajaran Ibu selesai. Kalian tidak boleh ikut ulangan Ibu!”
Icha dan Aska ternganga, mereka tidak bisa menolak lagi, mereka pun keluar dari kelas dan berdiri di lapangan sekolah.

*****

“Huffttt…..!!!!! (Sambil melirik jam tangannya ) udah jam 09.00, sejam kita berdiri haus nih “keluh Icha. Keringat mereka bercucuran, baju mereka basah, wajah lesu, mereka masih berdiri menghormati tiang bendera. Tiba-tiba
“BLAKKK!!!” Icha pingsan, Aska panik dan kebingungan , halaman sepi tidak ada yang lewat. Akhirnya , Aska terpaksa mengangkat Icha ke UKS sendirian. Aska mengangkat Aska sambil berjalan tertatih- tatih, kondisinya tidak memungkinkan mengangkat Icha ke UKS.
“BLUGG!” Aska terjatuh, Icha yang pingsan ikut pula tergeletak di tanah.
‘Aw ! Hiks….. sabar Cha ! Kita pasti sampe di UKS !. Ujar Aska sembari mengangkat Icha lagi. Icha sedikit tersadar, namun kondisinya masih lemah. Tak satupun kata keluhan yang ia ucapkan. Icha terus berjalan tertatih- tatih membawa sahabatnya dan untuk yang kedua kalinya mereka kembali terjatuh, Aska kembali berdiri sambil mengangkat Icha menuju UKS.
“Kenapa temenmu ?” Tiba- tiba seorang laki- laki bertanya dari belakang mereka
“Temenku(tertegun, sembari menoleh ke belakang) dia baru aja pingsan”
Laki- laki itu mendekat dan melihat keadaan Icha, kemudian membantu Aska membawa Icha ke ruang UKS.
“Kok bisa sih dia pingsan? Lagian, kenapa kamu aja yang ngangkat dia sendirian ke UKS?”
…….

Event Heart


Sosok itu masih terbayang di pikiranku, entah rasanya sulit untuk dimusnahkan. Memang, kejadiannya baru 3 hari yang lalu. Tapi karena itu’lah aku sulit melupakan dia dan kejadian ini. Ketika itu, Pagi cerah di sekolah—tepatnya parkiran sekolah, bayangannya mendekat dan semakin mendekat ke arahku. “Pagi..” Sapanya dengan senyum ramah. Senyum itu membuat hatiku yang redup menjadi terang kembali, tapi itu hanya sesaat....belum sempat aku membalas sapaannya ( lidahku ketika itu mendadak kelu) ia berlalu—bayangannya semakin jauh. Punggungnya kian mengecil dari mataku, dan HILANG. Ya, dia adalah Viky, teman sekelasku. Sederhana, sedikit bicara, dan manis. Ciri khasnya yang paling simple dan menawan, menurutku. Semenjak kami sekelas dan sering berpapasan di parkiran sekolah, semenjak itu pula aku mengaguminya. Keesokan harinya, aku berangkat sekolah seperti biasa, tapi tidak biasanya aku tidak melihat sosok itu. 15 menit lebih aku menanti namun sosok itu belum juga muncul, apa mungkin dia sudah dari tadi di sekolah? Atau dia memang akan terlambat? Apa jangan- jangan dia tidak sekolah karena suatu hal? Saat itu aku benar- benar penasaran. 3 menit lagi bel pasti akan berbunyi—aku pasrah, dan segera masuk kelas. Bangku nya kosong, tas tak ada, orangnya pun demikian. “Dia tak sekolah karena apa?” Batinku. Kudengar dari Dion bahwa memang Ia tidak sekolah karena sakit. “Sakit? Sakit apa? Sejak kapan? Apakah parah? Akankah senyumnya bisa hadir di dunia ku ?” Hatiku bertanya- tanya, GUNDAH rasanya. Tiga hari.... Empat hari.... Dan, seminggu. Sudah lama sekali dia tidak sekolah, rasa rinduku bercampur khawatir. Takut, jika penyakit yang diderita nya semakin parah dan semakin lama hatiku redup karena tak ada semangat pagi akan senyumnya di parkiran. Beredar kabar, bahwa ia mengidap penyakit Leukimia. Kaget & sedih, tak ada yang bisa kuperbuat, aku hilang harapan. Rasanya baru kemarin ia menyapaku sengan senyumnya itu yang begitu hangat, dengan kondisinya yang tampak sehat-walafiat. Siang itu aku berniat untuk menjenguknya, aku pergi bersama sahabatku Aska. Kamar melati II, kuketuk pintu perlahan namun tak ada yang membuka. Aku dan Aska semakin kahwatir dan takut, apa jangan- jangan kami salah kamar? Apa jangan- jangan kami salah mendengarkan nama kamar yang dihuni Viky dari teman- teman sekelasnya? Entahlah, kami tetap menunggu di depan kamr melati II, duduk di kursi jenguk. Tak lama kemudian, terdengar isak tangis seorang wanita dari koridor sebelah kiri kami, hidungnya memerah dengan keringat bercucuran, Aku Iba¬—perasaanku mulai tidak enak. Di belakangnya tampak seorang laki- laki yang tak familiar di mataku terbujur kaku dengan infus yang masih menyertainya di bawa oleh perawat- perawat dari ruang UGD. Dan ternyata wanita berambut ikal itu adalah Ibu Viky, dan laki- laki itu tak lain dan tak bukan adalah Viky sendiri. Tubuhku seketika meriang, syarafku terasa berat, hatiku seperti tertusuk panah kemudian retak, keringat dingin mendadak mengucur dari dahiku, tenggorokaanku seperti tersedak, lidahku kembali kelu—kaku, dan ruangan tiba- tiba terlihat redup..redup..dan gelap. Aku tersadar, dan disinilah aku sekarang. Diruangan segi empat bercat putih beraroma obat- obatan bersama Aska, 2 perawat, dan selang infus yang mengalir terus ke tubuhku. Aku tak mengerti kenapa aku berada disini dan untuk apa selang infus dan perawat- perawat ini berada di sekitarku. Aska yang baru melihatku terjaga dari pingsanku tersenyum dan meraih tanganku “Kamu harus tabah, Ratna. ”. Alisku menciut—aku tak mengerti. “Dokter bilang, syarafmu mengalami ketegangan akibat kamu terlalu shock akibat kejadian 3 hari yang lalu”. Kejadian 3 hari yang lalu? Terlintas wajah Viky di benakku. Air mataku mengalir deras, dan mengajak Aska untuk mencari pemakaman Viky. Batu Niang itu bertuliskan namanya. Kami menabur bunga ke pemakaman tersebut. Rasa menyesal yang teramat sangat sungguh sangat menyiksaku. Namanya kembali melayang di pikiranku, senyumnya itu tak bisa hilang Andai waktu bisa diputar kembali, ingin sekali kuungkapkan rasa ini padanya.